ANALISIS METAFORA
NOVEL “WAJAH SEBUAH VAGINA” KARYA
NANING PRANOTOMELALUI PENDEKATAN HERMENEUTIKA RICOEUR
Oleh: Muhammad Alfian Tuflih
Pembuatan karya tulis ini
merupakan usaha mengaji novel melalui pendekatan hermeneutika Ricoeur. Hermeneutika adalah ilmu tentang
penginterpretasian (penafsiran) sesuatu secara menyeluruh Eagleton (dalam
Manuaba, 2009). Dalam hermeneutika, konsep kedalaman makna memegang peranan
penting. Setiap karya sastra memiliki kedalam makna yang berbeda, tergatung
bagaimana penilaian pembaca terhadap karya sastra tersebut. Semakin banyak
versi tentang makna yang terkandung dalam karya sastra, semakin menarik pula
karya sastra tersebut.
Hermeneutika
Ricoeur merupakan pendekatan yang akan
digunakan dalam mengaji ataupun menafsirkan novel ini ini. Hermeneutika Ricoeur dipilih karena pendekatannya yang
menitikberatkan pada pemahaman makna-makna yang terdapat pada
metafora dalam karya sastra. Maksudnya, ia lebih menitikberatkan
kajiannya pada makna-makna baru yang terdapat di metafora yang ada pada novel. Hal ini sangat tepat sekali
digunakan dalam mengaji novel yang memiliki banyak
metafora di dalamnya, sehingga kita dapat dengan “Puas” melakukan sebuah
kajian.
Karya
sastra yang akan dikaji adalah metafora pada novel. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (1993), metafora adalah pemakaian kata atau kelompok kata bukan dengan arti yang
sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau
perbandingan. Metafora yang akan
dikaji adalah metafora yang terdapat pada novel “Wajah Sebuah Vagina” karya
Naning Pranoto. Novel ini diangap penuh dengan metafora, sehingga dipilih untuk
dikaji menggunakna pendekatan hermeneutika Ricoeur yang memang menitikberatkan
kajiannya pada makna (hermeneutika) yang terdapat pada metafora-metafora.
Analisis novel
“Wajah Sebuah Vagina” akan dilakukan dengan menafsirkan kalimat
perkalimat yang dianggap menggunakan metafora. Hal ini dipilih untuk lebih mengefisienkan
pengkajian makna metafora yang terkandung novel
“Wajah Sebuah Vagina”.
“Wajah Sebuah Vagina”
Makna yang terkandung pada
kalimat yang kemudian dijadikan judul pada novel ini adalah bagaimana kisah atau
rupa kehidup perempuan. Kata perempuan dsinini digantikan dengan meatfora vagina. Kata vagina dipilih agar pembaca dapat memahami dengan lebih tentang
kehidupan perempuan.
“ Yang kali ini
gemetar karena digerakkan api amarah yang berkobar-kobar”. (Hal. 17)
Makna dari kutipan kalimat
pada novel “Wajah Sebuah Vagina” di atas adalah bagaimana tingginya rasa kemarahan
tokoh (Mira) seseorang yang telah diberikan dikecewakan
oleh pasangannya (Mulder). Kemarahannya
dibaratkan sebagai api yang memiliki sifat panas, sepanas perasaan Mira pada
pasangannya.
“Asap putih yang seperti cahaya
emas putih murni itu membumbung ke udara. (Hal. 18)
Makna dari kutipan kalimat
pada novel “Wajah Sebuah Vagina” di atas adalah perasaan
yang dialami oleh tokoh (Mira). Perasaan indah yang bisa menengkannya dan
meredam api amarahnya.
“Apalagi, ketika
mereka melihat vagina Mira: wajah vagina yang penuh darah kering maupun darah
segar, yang terdiri dari darah merah dan darah putih.” (Hal. 25)
Makna dari kutipan kalimat
pada novel “Wajah Sebuah Vagina” di atas tentang penderitaan
seorang perempuan. Kata “vagina” mewakili perempuan. Sementara “darah” menggamabrkan
tentang terlukanya perasaan dan jiwa perempuan tersebut. Kepedihan akibat luka
batin telah membuat miris perasaan orang yang melihat penderitaan tokoh (Mira).
“Oh, nak… berapa
laki-laki yang merusak vaginamu?” (Hal.
25)
Makna dari kutipan kalimat pada
novel “Wajah Sebuah Vagina” di atas semakin mempertegas
tentang penderitaan Mira. Pada kalimat ini, kata “vagina” mengalami perubahan
makna sesuai dengan keadaan metafora yang digunakan. Pada kalimat ini, metafora
“vagina” berarti kehidupan tokoh.
“Wilayah kumuh adalah
tempat tinggal kami, orang pendatang dari desa untuk mengais nasi di kota
besar”.(Hal. 44)
Makna dari kutipan kalimat
pada novel “Wajah Sebuah Vagina” di atas adalah tentang
susahnya kehidupan di dota besar. Susahnya hidup itu digambarkan dengan
metafora “mengais nasi”. Kata mengais berarti hanya mengambil sidkit dari
sisa-sisa yang ada. Jadi, untuk hidup di kota besar, tokoh (Mira) hanya
mendapatkan sedikit dari nikmat kehidupan.
“Benar, kak. Granny pernah bilang
begitu. Vagina itu benda yang suci dan merupakan kehormatan perempuan. Tapi,
saya pernah dengar ada laki-laki bicara, vagina itu merupakan sumber kenikmatan
hidup yang tiada tandingan. Maka vagina banyak diburu laki-laki. Bukankah
banyak laki-laki yang suka membeli vagina untuk dinikmati.” (Hal. 48)
Pada
metafora di paragraph ini, kata vagina mengalami dualism makana di kalimat yang
berbeda. Pada kalimat pertama, vagina bermakna sebenarnya (konotasi), sementara
pada kalimat terakhir, vagina mewakili makna perempuan. Secara hermenutik, pada
kalimat terakhir dapat kita interpretasi bahwa vagina itu merupakan kehidupan
perempuan yang sangat mudah untuk di dapat. Saking mudahnya, bahkan laki-laki
dapat membelinya dan dengan begitu saja merusak kehiudupan perempuan.
“Shaka lelaki yang luar biasa,
maka penisnya juga luar biasa. Lelaki yang luar biasa, perlu vagina lebih dari
satu, untuk menampung magma air laki-lakinya yang melipah ruah seperti kekuatan
tubuh…” (Hal. 69)
Pada
kalimat ini, digunakan metafora “magma” untuk menggambarkan proses keluarnya
mani laki-laki. Kata magma digunakan karena fungsi dari kata ini yang sesuai
dengan proses keluarnya air seni laki-laki (mani). Secara harfiah, makana dari
kalimat ini tentang kesetaraan cinta, laki-laki yang baik akan mendapatkan wanita
yang baik pula, ini bisa kita lihat pada kalimat “penis yang luar biasa butuh
vagina yang luar biasa pula.”
“Adat merupakan
jatidiri suatu bangsa”. (Hal.107)
Kalimat
ini tidak terlalu mengandung metafora. Hanya kata jatidiri yang bisa ditelaah
maknanya. Pada kalimat ini jatidiri merupakan keadaan suatu bangsa. Dan untuk
mempertahankan keadaan bangsa tersebut, diperlukan adat isiti adat.
“Sebab aku khwatir, lelaki yang
menyiksanya itu seorang pembunuh berdarah dingin yang haus darah dan
terus-terus mencari mangsa.” (Hal. 134)
Metafora
pembunuh berdarah dingin pada penggalan kalimat di atas merupakan gambaran
tentang seseorang yang sangat berbahaya. Orang yang tidak memilikim pemikiran
panjang jika melakukan sesuatu. Sehingga, sangat berbahaya jika orang tersebut
dibiarkan karena ia begitu nekat dalam bertindak. Mangsa yang dimaksud itu
sendiri adalah perempuan (vagina) yang selalu dincar untuk dirusak.
“…langit biru berhias bintang
kerlap-kerlip berlatar belakang gedung-gedung pencakar langit dan lampu-lampu
kapal yang hilir mudik.” (Hal. 151)
Langit
biru merupakan warna langit dan bintang kerlap-kerlip merupakan gamabran
tentang sinar bintang yang bergantian redup-nyala yang mengiasi malam.
Sementara metafora gedung pencakar langir merupakan makna dari gedung-gedung
yang sangat tinggi sehingga seolah-oleh gedung tersebut mencakar langit.
Suasana malam yang gelap membuat kapal-kalap tidak Nampak, hanya lampu
menyalanya yang terlhat hilir-mudik menerobos malam.
“… semilirnya angin musim semi di
waktu malam dan nyanyian ombak yang menggetarkan jiwa…”(Hal. 155)
Makna dari kutipan kalimat
pada novel “Wajah Sebuah Vagina” di atas adalah tentang keadaan alam
pada malam hari di afrika. Cuaca yang yang cerah membuat gerakan ombak seirama
sehingga membentuk sebuah nyanyian yang indah. Kata ombak pada kalimat bermakna
denotasi. Ombak dilambangkan sebagai benda yang dapat bergerak dan
menggentarkan hati.
“Bahkan bentuk kelaminnya yang
tegak seperti tombak saat ereksi. Sedangkan kelamian kita? Hanya berupa lobang,
lobang yang pasif untuk menerima apa yang masuk kedalamnya.”(Hal. 218)
Makna dari kutipan kalimat
pada novel “Wajah Sebuah Vagina” di atas tentang perbandingan antara
laki-laki (penisnya) dengan perempuan
(vaginanya). Metafora penis yang dilambangakan dengan tombak dapat
diinterpretasi sebagai sesuatu yang kuat dan merupakan sifat laki-laki.
Sementara vagina perempuan yang hanya berupa lobang pasif memberikan gambaran
tentang rapuhnya perempuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar